Kamis, 25 Maret 2021

Tempat Keluarnya Huruf (Al Lisan ) Lidah

 Tempat Keluarnya Huruf (Al Lisan ) Lidah 







Jumlah huruf hijaiyyah yang keluar dari makhraj ini ada 18 huruf dan terbagi atas 10 makhraj. Kesepuluh makhraj tersebut ialah:

a. Pangkal lidah bertemu dengan langit-langit bagian atas. Dari makhraj ini keluar huruf qaf (ق). Dalam istilah lain, makhraj ini disebut juga dengan Ashal Lisan Fauqa (اَقْصَى اللِّسَا نِ فَوْقَ), artinya pangkal lidah sebelah atas.

b. Pangkal lidah, tepatnya sebelah bawah (atau ke depan) sedikit dari makhraj qaf, bertemu dengan langit-langit bagian atas. Dari makhraj ini keluar huruf kaf (ك). Dalam istilah lain, makhraj ini disebut juga Aqshal Lisan Asfal (اَقْصَ اللِّسَانِ اَسْفَلَ), artinya pangkal lidah sebelah bawah.

c. Pertengahan lidah bertemu dengan langit-langit atas. Pertengahan lidah tersebut dimantapkan (tidak menempel) pada langit-langit atas. Dari makhraj ini keluar huruf jim (ج), syin (ش), dan ya’ (ي). Wasthul Lisan (وَسْطُ اللِّسَانِ) adalah istilah yang dikenal untuk makhraj ini.

d. Tepi lidah bersentuhan dengan geraham kanan atau kiri. Ada juga yang mengatakan tepi pangkal lidah dengan geraham kanan atau kiri memanjang sampai ke depan. Dari makhraj ini keluar huruf dlad (ض).

e. Ujung lidah bertemu dengan langit-langit yang berhadapan dengannya. Dari makhraj ini keluar huruf lam (ل).

f. Ujung lidah, bergeser ke bawah sedikit dari makhraj lam, bertemu dengan langit-langit yang berhadapan dengannya. Bisa dikatakan makhraj ini hanya menggeser ujung lidah sedikit ke depan dari posisi makhraj lam. Dari makhraj ini keluar huruf nun (ن).

g. Berdekatan dengan makhraj nun dan masuk pada punggung lidah, tetapi lidah tidak menyentuh langit-langit. Dari makhraj ini keluar huruf ra’ (ر).

h. Ujung lidah bertemu dengan pangkal gigi seri atas. Dari makhraj ini keluar tiga huruf hijaiyyah, yaitu ta’ (ت), tha’ (ط), dan dal (د).

i. Ujung lidah bertemu dengan ujung gigi seri atas. Dari makhraj ini keluar tiga huruf hijaiyyah, yaitu dzal (ز), zha’ (ظ), dan tsa’ (ث).

j. Ujung lidah bertemu dengan ujung gigi seri bawah. Dari makhraj ini keluar tiga huruf hijaiyyah, yaitu shad (ص), zai (ز), dan sin (س).

Jumat, 19 Maret 2021

Kelompok Tenggorokan ( الحلق )

KELOMPOK TENGGOROKAN (Al Halq)

 


Dinamakan al-halqu karena tempat keluarnya huruf-huruf berasal dari tenggorokan. Adapun huruf-huruf hijaiyyah yang makhrajnya berasal dari al-halqu atau tenggorokan, dalam hal ini terbagi ke dalam 3 bagian :





Berikut latihan pengucapan huruf-huruf yang keluar dari tenggorokan.

Pertama, adalah huruf hamzah dan ha, Dan saya akan membacakannya dengan urutan sebagai berikut:

Sukun sebelumnya fathah, sukun sebelumnya kasrah, sukun sebelumnya dhammah, kemudian huruf yang berharakat fathah, huruf yang berharakat kasrah, dan huruf yang berharakat dhammah, kemudian huruf mad yang berharakat fathah, huruf mad yang berharakat kasrah dan yang terakhir huruf mad yang berharakat dhammah.

Catatan: Apabila ada Huruf hamzah sukun setelah huruf hamzah yang berharakat, maka wajib menukarnya dengan mad, oleh karena itu pada contoh dibawah ini tidak mungkin mendatangkan huruf hamzah sukun setelah huruf hamzah yang berharakat, sehingga kita cukupkan saja contohnya dari ayat-ayat Al Qur-an

Kemudian, latihan pengucapan huruf-huruf tenggorokan yang kedua adalah huruf ‘ain dan ha

 

Dan latihan pengucapan huruf-huruf tenggorokan yang terakhir adalah huruf ghain dan kha


Inilah sekilas penjelasan mengenai AlHalq semoga bermanfaat.. barokallahufikum



Minggu, 07 Maret 2021

Makharijul Huruf

 Makharijul Huruf

Nama             : M. Nur Syamsul Huda

Matkul           : Tahsinul Qur`an

Prodi              : PBA



Tempat-tempat keluarnya huruf hijaiyah (29) itu memang banyak yang berpendapat, namun dari sekian pendapat yang paling banyak diikuti oleh ulama qurro’ dan ahlul ada’ adalah pendapat Syekh Kholil bin Ahmad an-Nahwiy (Guru Imam Sibaweh). Adapun menurut beliau Makhorijul Huruf Hijaiyah itu ada 17 tempat, dan bila diringkas ada 5 tempat, yatu; Al-Jauf (lubang /rongga mulut), Al-Halqu (tenggorokan / kerongkongan), Al-Lisanu (lidah), Asy-Syafatain (dua bibir) dan Al-Khoisyum (janur hidung).

Penjelasan dari masing-masing makhorijul huruf tersebut adalah sebagai berikut :

A. Al-Jauf (الجوف), artinya rongga mulut dan rongga tenggorokan.



Yaitu tempat keluarnya huruf hijaiyah yang terletak pada rongga mulut dan rongga tenggorokan. Bunyi huruf yang keluar dari rongga mulut dan rongga tenggorokan ada tiga macam, yaitu ; alif ( ا ), wawu mati ( وْ ) dan ya’ mati ( يْ ) dengan penjelasan sebagai berikut :

1) Alif dan sebelumnya ada huruf yang difathah Contoh : مَالَا غَوَى

2) Wawu mati dan sebelumnya ada huruf yang didhommah Contoh :قُوْلُوْا

3) Ya’ mati dan sebelumnya ada huruf yang dikasrah Contoh :

حَامِدِيْنَ

B. Al-Halqu (الحلق), artinya tenggorokan / kerongkongan



Yaitu tempat keluar bunyi huruf hijaiyah yang terletak pada kerongkongan / tenggorokan. Dan berdasarkan perbedaan teknis pelafalannya, huruf-huruf halqiyah (huruf-huruf yang keluar dari tenggorokan) dibagi menjadi tiga bagian yaitu ;

1) Aqshal halqiy (pangkal tenggorokan), yaitu huruf hamzah ( ء )dan ha’ ( ه )

2) Wasthul halqiy (pertengahan tenggorokan), yaitu huruf ha’ ( ح ) dan ’ain ( ع )

3) Adnal halqiy (ujung tenggorokan), yaitu huruf ghoin ( غ ) dan kho’ ( خ )

C. Al-Lisan (اللسان), artinya lidah

Bunyi huruf hijaiyah dengan tempat keluarnya dari lidah ada 18 huruf, yaitu : Berdasarkan delapan belas huruf itu dapat dikelompokkan menjadi 10 makhraj, yaitu sebagai berikut :

1) Pangkal lidah dan langit-langit mulut bagian belakang



yaitu huruf Qof (ق). Maksudnya bunyi huruf qof ini keluar dari pangkal lidah dekat dengan kerongkongan yang dihimpitkan ke langit-langit mulut bagian belakang.

2) Pangkal lidah bagian tengah dan langit-langit mulut bagian tengah, yaitu huruf Kaf (ك). Maksudnya bunyi huruf kaf ini keluar dari pangkal lidah di depan makhraj huruf qof, yang dihimpitkan ke langit-langit bagian mulut bagian tengah.

“Dua huruf tersebut ( ق ) dan ( ك ), lazimnya disebut huruf LAHAWIYAH ( لهويّة ), artinya huruf-huruf sebangsa anak mulut atau sebangsa telak lidah.”

3) Tengah-tengah lidah



yaitu huruf Jim ( ج ), Syin ( ش ) dan Ya’ ( ي ). Maksudnya bunyi huruf-huruf tersebut keluar dari tengah-tengah lidah tepat, serta menepati langit-langit mulut yang tepat di atasnya.

“Tiga huruf ini lazimnya disebut huruf SYAJARIYAH ( شجريّة ), artinya huruf-huruf sebangsa tengah lidah.”

4) tepi lidah, yaitu huruf Dlod ( ض ).



Maksudnya bunyi huruf Dlod ( ض ) keluar dari tepi lidah (boleh tepi lidah kanan atau kiri) hingga sambung dengan makhrojnya huruf lam, serta menepati graham.

“Huruf Dlod ( ض ) ini lazimnya disebut huruf JAMBIYAH (حنبيّة), artinya huruf sebangsa tepi lidah.”

5) Ujung tepi lidah, yaitu huruf Lam (ل).



Maksudnya bunyi huruf Lam (ل) keluar dari tepi lidah (sebelah kiri/kanan) hingga penghabisan ujung lidah, serta menepati dengan langit-langit mulut atas.

6) Ujung lidah, yaitu huruf Nun (ن).



Maksudnya bunyi huruf Nun (ن) keluar dari ujung lidah (setelah makhrojnya Lam (ل), lebih masuk sedikit ke dasar lidah dari pada Lam (ل)), serta menepati dengan langit-langit mulut atas.

7) Ujung lidah tepat, yaitu huruf Ro’ (ر).



Maksudnya bunyi huruf Ro’ (ر) keluar dari ujung lidah tepat (setelah makhrojnya Nun dan lebih masuk ke dasar lidah dari pda Nun), serta menepati dengan langit-langit mulut atas.

“Tiga huruf tersebut di atas (Lam, Nun dan Ro’), lazimnya disebut huruf DZALQIYAH (ذلقية), artinya huruf-huruf sebangsa ujung lidah.”

8). Kulit gusi atas, yaitu Dal (د), Ta’ (ت) dan Tho’ (ط).



Maksudnya bunyi huruf-huruf tersebut keluar dari ujung lidah, serta menepati dengan pangkal dua gigi seri yang atas.

“Tiga huruf tersebut lazimnya disebut NATH’IYAH (نطغية), artinya huruf-huruf sebangsa kulit gusi atas.“

9) Runcing lidah, yaitu huruf Shod (ص), Sin (س) dan Za’ (ز).



Maksudnya bunyi huruf-huruf tersebut keluar dari ujung lidah, serta menepati ujung dua gigi seri yang bawah.

“Tiga huruf tersebut lazimnya disebut huruf ASALIYAH (أسلية), artinya huruf-huruf sebangsa runcing lidah.”

10) Gusi, yaitu huruf Dho’ (ظ), Tsa’ (ث) dan Dzal (ذ).



Maksudnya huruf-huruf tersebut keluar dari ujung lidah, serta menepati dengan ujung dua gigi seri yang atas.

“Tiga huruf ini lazimnya disebut huruf LITSAWIYAH (لثوية), artinyahuruf sebangsa gusi.”

D. Al-Syafatain, artinya dua bibir



Yaitu tempat keluarnya huruf hijaiyah yang terletak pada kedua bibir.Yang termasuk huruf-huruf syafatain ialah wawu (و), fa’ (ف), mim (م) dan ba’ (ب) dengan perincian sebagai berikut :

1) Fa’ (ف) keluar dari dalamnya bibir yang bawah, serta menepati dengan ujung dua gigi seri yang atas.

2) Wawu, Ba, Mim (و , ب , م) keluar dari antara dua bibir (antara bibir atas dan bawah). Hanya saja untuk Wawu bibir membuka, sedangkan untuk Ba dan Mim bibir membungkam.

“Empat huruf tersebut di atas lazimnya disebut huruf SYAFAWIYAH, artinya huruf-huruf sebangsa bibir.”

e. Al-Khaisyum, artinya pangkal hidung



Yaitu tempat keluarnya huruf hijaiyah yang terletak pada janur hidung. Dan jika kita menutup hidung ketika membunyikan huruf tersebut, maka tidak dapat terdengar. Adapun huruf-hurufnya yaitu huruf-huruf ghunnah mim dan nun dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Nun bertasydid (نّ)

2) Mim bertasydid (مّ)

3) Nun sukun yang dibaca idghom bigunnah, iqlab dan ikhfa’ haqiqiy

4) Mim sukun yang bertemu dengan mim (م) atau ba (ب)

inilah sedikit uraian ringkas tentang makharijul huruf. semoga bermanfaat bagi kita aamiin.




Minggu, 28 Februari 2021

Itmamul Harokat

 Itmamul Harokat


Nama             : M. Nur Syamsul Huda

Matkul           : Tahsinul Qur`an

Prodi              : PBA  



Itmamul Harokat (Kesempurnaan Harokat)

Kompilasi dan Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu


من الخطاء الشائعة في قراءة القرآن عدم ضم الشفتين عند النطق بالحرف المضموم, إذ أن كل حرف مضموم لا يتم ضمه إلا بضم الشفتين و إلا كان ضمه ناقصًا. و لا تتم الحرف إلا بتمام حركته, فإن لم يتم الحركة لا يتم الحرف. وكذلك الحرف المكسور لا يتم إلا بخفض الفك السفلى, و إلا كان كسره ناقصًا, و كذلك الحرف المفتوح لا يتم إلا بفتح الفم و إلا كان فتحه ناقصًا

Salah satu kesalahan umum saat membaca Al Quran adalah tidak mengumpulkan bibir saat melafazhkan huruf-huruf dhommah, padahal seluruh huruf dhommah tidak sempurna dhommahnya kecuali dengan mengumpulkan bibir. Jika tidak demikian, maka dhommahnya menjadi kurang, karena tidaklah sempurna huruf kecuali dengan menyempurnakan harokatnya. Jika tidak sempurna harokatnya, maka tidaklah sempurna pula huruf.

Demikian pula huruf kasrah, tidak sempurna kecuali dengan menurunkan rahang bawah, jika tidak maka kasrahnya menjadi kurang. Begitu pula dengan huruf fathah, tidak sempurna kecuali dengan membuka mulut, jika tidak maka fathahnya menjadi kurang.

و إلى ذلك أشار العلامة الطيبي :

Tentang hal tersebut, Imam Ath Thibi menyebutkan dalam Manzhumahnya :

وَكُـلُّ مَضْمُـومٍ فَلَـنْ يَتِـمَّا * إِلَّا بِـضَـمِّ الشَّفَتَـيْنِ ضَـمَّـا

Dan setiap dhommah tidak akan sempurna kecuali dengan mengumpulkan (memonyongkan) dua bibir

وَذُو انْخِفَاضٍ بِانْخِفَاضٍ لِلْفَـمِ * يَتِـمُّ وَالْمَفْتُوحُ بِالْفَتْـحِ افْهَـمِ

Dan khafadh (kasrah) dengan merendahkan rahang maka akan sempurna, dan fathah dengan membuka. Fahamilah

إِذِ الْحُرُوفُ إِنْ تَكُنْ مُحَرَّكَـهْ * يَشْرَكُهَا مَخْرَجُ أَصْلِ الْحَـرَكَهْ

Jika hurufnya berharokat, bergabung makhrojnya dengan ushul harokat

أَيْ مَخْرَجُ الْوَاوِ وَمَخْرَجُ الْأَلِفْ * وَالْيَاءُ فِي مَخْرَجِهَا الَّذِي عُـرِفْ

Yakni makhroj Wawu, makhroj Alif dan ya pada makharojnya yang telah diketahui

فَـإِنْ تَـرَ الْقَارِئَ لَـنْ تَنْطَبِقَا * شِفَاهُـهُ بِالضَّمِّ كُـنْ مُحَقِّـقَا

Maka jika engkau melihat seorang qaari bibirnya tidak dhommah (mengumpul), maka perbaikilah

بِأَنَّـهُ مُنْتَـقِـصٌ مَـا ضَـمَّ * وَالْـوَاجِبُ النُّـطْقُ بِـهِ مُتَمَّـا

Dikarenakan kurang mengumpulkan (monyong), dan wajib membunyikannya dengan sempurna

كَذَاكَ ذُو فَتْحٍ وَذُو كَسْرٍ يَجِبْ * إِتْـمَامُ كُـلٍّ مِنْهُمَا افْهَمْهُ تُصِبْ

Demikian pula fathah dan kasrah, wajib di-itmam-kan (sempurnakan) keduanya, pahamilah

فَالنَّقْصُ فِي هَـذَا لَـدَى التَّأَمُّلِ * أَقْبَحُ فِي الْمَعْنَى مِنَ اللَّحْنِ الْجَلِي

Maka kurang hati-hati dalam hal ini dapat menyelewengkan makna hingga jatuh ke dalam lahn jaliy

إِذْ هُـوَ تَغْيِيرٌ لِـذَاتِ الْحَرْفِ * وَاللَّحْنُ تَغْيِيرٌ لَـهُ بِالْـوَصْـفِ

Karena merubah dzat huruf dan merupakan lahn yang dapat merubah definisi kata

Makna Kalam tersebut :

أن الحروف تيقص بنقص الحركات فتكون حينئذ أقبح من اللحن الجلي لأن النقص من ذات الحرف أقبح من ترك الصفات

Bahwa huruf menjadi tidak sempurna dengan tidak sempurnanya harokat, sehingga bisa jadi lebih buruk dari lahn jaliy, dikarenakan mengurangi dzat huruf lebih buruk dari meninggalkan sifat huruf.

فمثلا : عند النطق بالباء المضمومة (بُ) : نضم الشفتين فإذ قلنا (( بُو ))  ازداد من ضم الشفتين لأن الضمة عبارة عن (( واو )) قصيرة  , زمنها نصف زمن حرف المد, و كذلك الفتحة عبارة عن (( ألف)) قصيرة, و كذلك الكسرة عبارة عن (( ياء )) قصيرة

Misalnya dalam penyebutan huruf baa dhommah, berkumpul bibir sehingga kita menyebut “Bu” disebabkan mengangkatnya bibir yang berkumpul, dikarenakan dhommah adalah representasi dari wawu qashirah (pendek), yang panjangnya separuh dari panjang huruf mad. Demikian juga fathah adalah representasi dari alif qashirah dan pula kasrah adalah representasi dari huruf ya qashirah.

و عند قولنا : كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَىٰ نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ ۖ

لابد من فتح ما بين الشفتين عند النطق بكلمة – كَتَبَ – و مساواة زمن النطق باالفتحة في الكاف والتاء و الباء, لأن الحركات تساوي أزمنة الحروف

Kedua bibir haruslah membuka saat melafazkan kata – Kataba. Lamanya penyebutan fathah pada huruf Kaaf, Taa dan Ba adalah sama, dikarenakan lamanya/panjang harokat sama dengan lamanya/panjang huruf.

كذلك عند نطقنا ( كُنْتُمْ ) لا بد من ضم الشفتين مثل ضم الشفتين في قولنا : ( كُونُو ) أي لا بد أن يتساوى صوت الضمة في الحالتين لأن القاعدة هي ( و اللفظ في نظيره كمثله ) كما عبر عن هذا ابن الجزري في المقدمة

Demikian pula dalam penyebutan : Kuntum – mestilah mengumpulkan bibir seperti mengumpulnya bibir saat kita menyebut : Kuunuu – sehingga haruslah sama suara dhommah diantara keduanya, karena kaidahnya adalah

و اللفظ في نظيره كمثله

“Dan setiap lafazh yang sama hukumnya mesti konsisten ketika mengucapkannya”, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Al Jazariy dalam Muqaddimah-nya

كذلك إذا قلنا : ( بسم الله ) لابد من تحقيق الكسر و لا ننطقها بين الكسرة و الفتحة

Demikian pula saat kita menyebut : Bismilah – mestilah mentahqiqkan (menyebutkan dengan jelas) kasrah, tidak melafazhkannya (secara samar) antara kasrah dan fathah.

و مثلا قولنا : ( ولله المشرق و المغرب ) – لا بد من تحقيق كسرة الراء و نطقها مكسورة كسرًا تامًّا مثل نطق كلمة : ريح

Misalnya dalam penyebutan : wa lillahil masyriqi wal maghrib (Al Baqarah ayat 115) – mestilah mentahqiqkan (membaca dengan jelas) kasrah pada huruf ro, dan menyempurnakan kasrah seperti pada penyebutan : riihi

و تظهر مهارة القارئ عند توالي الحركات فمثلا عند نطقتا  ( تُبْتُمْ ) : نضم الشفتين أولًا للنطق بالتاء المضمومة, ثم نرجع الشفتين لوضع السكون للنطق بالباء الساكنة, ثم نعود لضم الشفتين النطق بالتاء لثانية المضمومة, ثم نعود لوضع السكون للنطق بالميم الساكنة

Kita mendapati seorang qori yang mahir membaca harokat yang berurutuan seperti pada : tubtum – pertama-tama mereka mengumpulkan kedua bibir saat menyebut huruf ta dhommah, kemudian mengembalikan bibir ke posisi sukun untuk melafazhkan huruf ba sakinah, kemudian kembali mengumpulkan kedua bibir untuk melafazhkan huruf ta dhommah yang kedua, kemudian kembali ke posisi sukun untuk melafazhkan mim sukun.

Allahu Ta’ala ‘A’lam

[Taisir Rahman fii Tajwidil Quran halaman 39 s.d. 41]


Senin, 22 Februari 2021

SEKILAS TENTANG ILMU TAJWID

Matkul             : Tahsinul Qur`an

Nama               : M. Nur Syamsul Huda

Prodi                : PBA  


SEKILAS TENTANG ILMU TAJWID



A. Pengertian ilmu tajwid
Ilmu tajwid merupakan bagian dari ilmu ulumul Qur’an yang perlu dipelajari,mengingat ilmu ini berkaitan dengan bagaimana seseorang dapat membaca Al Qur’an dengan baik. Sebagai ilmu tajwid dapat dipelajari sendiri, karena mempunyai syarat-syarat ilmiah,seperti adanya tujuan fungsi dan objek serta sistematik tersendiri.
Tajwid (تَجْوِيْدٌ ) merupakan bentuk masdar, berakar dari fiil madhi  (َجَوَّد)  yang berarti membaguskan“.  Muhammad Mahmud dalam Hidayatul mustafiq memberikan batasan arti tajwid dengan ( الاِتْيَانُ بِالْجَيِّدِ ) yang berarti ‘’memberikan dengan baik”. Sedangkan menurut arti istilahnya :

اَلتَّجْوِيْدُهُوَعلْمٌ يُعْرَفُ بِهِ اِطَاءُكُلِّ حَرْفٍ حَقَّهُ وَمُسْتَحَقَّهُ مِنَ الصِّفَاتِ وَالْمُدُودِ وَغَيْرِ ذَالِكَ كَالتَرْقِيْقِ وَالتَّفْخِيْمِ وَنَحْوِهِمَا.

Ilmu tajwid adalah ilmu yang berguna untuk mengatahui bagaimana cara melafalkan huruf yang benar dan di benarkan, baik berkaitan dengan sifat, mad, dan sebagainya, misalnya Tarqiq, Tafhim dan selain keduanya.’’

Pada pengertian itu dijelaskan, bahwa ruang lingkup tajwid berkenaan dengan melafalkan huruf-huruf hijaiyah dan bagimana tata cara melafalkan huruf-huruf tersebut sebaik-baiknya, apakah ia dibaca panjang, tebal, tipis, berhenti terang, berdengung, dan sebaigainya. Jika huruf tersebut dilafalkan sebagaimana tata caranya, maka fungsi tajwid sebagai ilmu memperbaiki tata cara membaca Alqur’an terpenuhi dan meyelamatkan pembaca dari perbuatan yang diharamkan. Namun jika hal itu diabaikan maka menjerumuskan pembaca pada perbuatan haram atau dimakruhkan. Misalnya berhenti pada kalimat yang haram waqaf, jika tuntunan ini diabaikan menjadikan perubahan makna yang meyalahi tujuan makna aslinya, dan mengakibatkan berdosa bagi pembaca.

B. Tujuan mempalajari ilmu tajwid
Sebagai disiplin ilmu, tajwid mempunyai tujuan tersendiri.
Sedangkan tujuanya mengacu pada pegertian tajwid diatas. adapun tujuan yang dimaksud adalah :

  1. Agar pembaja dapat melafalkan huruf-huruf Hijaiyah dengan benar, yang di sesuaikan dengan mahraj dan sifatnya.
  2. Agar dapat memelihara kemurnian bacaan Alqur’an melalui tata cara membaca alqur’an yang benar, sehinga keberadaan bacaan Alqur’an dewasa ini sama dengan bacaan yang pernaj diajarkan oleh Rasulullah, mengingat bacaan Alqur’an bersifat “ tanqifi’’, yakni mengikuti apa yang diajarkan rasulullah saw. Allah berfirman :

 

اِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْاَنَهُ فَاءِذَأَقَرَأْنَهُ فَاتَّبِعْ قُرْاَنَهُ (القيامة : ١٧-١٨

Sesungguhnya mengumpulkan Alqur’an dan membacanya adalah tangung jawab kami, jika kami telah membacakan, maka kamu ikuti bacaan itu.” ( Q.S. 75, Al-qiyamah: 17-18 )
3. Menjaga lisan pembaca, agar tidak terjadi kesalahan yang mengakibatkan terjerumus ke perbuatan dosa.

Dari ketiga tujuan tersebut, maka dalam proses belajar-mengajar ilmu tajwid harus mempunyai kiat tersendiri untuk memenuhi tujuan yang di inginkan. Kiat yang dimaksudkan dapat berupa upaya sebagai berikut :

  1. Antara guru dan siswa dalam proses belajar-mengajar harus berhadap-hadapan, sehingga siswa mengerti benar suara yang dialunkan sekaligus dapat melihat mimik gurunya. Demikian itu sangat membantu dalam mengetahui kedudukan huruf secara pasti, baik berkaitan dengan mahraj maupun sifatnya.
  2. Setelah pemberian teori ilmu tajwid, seorang guru langsung mempraktekkan teorinya, sehinga apa yang sudah dimiliki siswa tidak terlupakan dan memberikan pengalaman praktek secara benar.
  3. Perlu pembiasaan membaca secara tekun, rajin, dan tabah bagi siswa dan seorang guru tetap memperhatikan bacaan siswanya.
  4. Dalam praktek membaca Alqur’an, tidak perlu mengejar kuantitas (membaca yang banyak) tetapi yang lebih penting adalah meraih kualitas (biar sedikit asalkan benar), karena dengan belajar praktek sedikit yang benar maka mempermudah praktek selanjutnya. Sebaliknya, jika yang sudah dibaca itu banyak kesalahan, maka lebih sulit memperbaikinya.

C. Hukum Mempelajari Ilmu tajwid
Menurut Muhammad Mahmud, hukum mempelajari ilmu tajwid adalah fardu kifayah (wajib refresentatif), yaitu kewajiban yang boleh diwakilkan oleh sebagian orang muslim saja, namun praktek pengamalannya fardu ain (wajib personal), yaitu kewajiban yang harus dilakukan oleh seluruh pembaca Alqur’an.

Dilihat dari hukum tersebut, ilmu tajwid dapat diklasifikasikan sebagai ilmu alat yang dapat membantu perbaikan membaca Alqur’an, sehinga jika ilmu alat sudah dikuasai, mengharuskan adanya praktik, sampai alat itu benar-benar berfungsi sebagai penunjang yang dituju. Allah berfirman:

وَرَتِّلِ الْقُرْاَنَ تَرْتِيْلًا . المزمل :٤
“Dan bacalah Alqur’an itu dengan bacaan yang tertil ” ( Q.s : Al-muzammil :4 )

Pada firman diatas disebutkan lafal “ tartil” yang sebenarnya lafal tersebut mempunyai dua makna.
Pertama : makna hissiyah, yaitu dalam pembacaan Alqur’an diharapkan tenang, pelan, tidak tergesah-gesah, disuarakan dengan baik, bertempat ditempat yang baik dan tata cara lainnya yang berhubungan dengan segi-segi inderawi ( penglihatan ).
Kedua : makna maknawi, yaitu dalam membaca Alqur’an diharuskan dengan ketentuan tajwidnya, baik berkaitan dengan makhraj, sifat, mad, waqaf dan sebagainya. Makna kedua inilah yang pernah diyatakan oleh kholifah Ali bin abi Thalib, bahwa yang dimaksud tartil adalah ilmu tajwid yang berarti:

تَحْسِيْنُ الْحُرُوفِ وَمَعْرِفَةٌ الْوُقُوفِ 
“Perbaikan bacaan huruf-hurufnya serta mengetahui tempat pemberhentian kalimat ”

Cukup sampai disini untuk pembahasan tentang Pengertian ilmu tajwid, tujuan dan hukum mempelajarinya.
Semoga menambah wawasan dan dapat menggerakkan hati kita untuk menjalankannya, amin